Dalam mempelajari ilmu filsafat dibutuhkan suatu fondasi dasar aqidah yang mantap. Karena berbagai dogma-dogma filsafat yang bersifat kritis dapat menenggelamkan kita pada suatu babak baru di dalam kondisi internal kejiwaan kita, yaitu babak “keraguan”.
Para ahli filsuf materialis berakhir pada suatu kesimpulan “eksistensial materialis”, dimana materi merupakan komponen tunggal dari tatanan alam semesta beserta isinya. Dan mereka sama sekali tidak mengakui nilai “eksistensial spiritualis” dan “supranaturalis”. Jadi mereka berpendapat bahwa di alam semesta ini,hanyalah materi yang menjadi komponenya. Intinya mereka menganggap bahwa Tuhan itu tidak ada. Naudzubillahi min dzalik. Bagaimana filsuf materialis dapat menyimpulkan postulat ini? Dan tentunya bagaimana kaum agamis membantah postulat maerialis ini? Untuk menjawabnya, marilah kita merujuk kepada fakta-fakta ilmiah terkini, dimana hal ini tidak akan dapat dijelaskan semuanya satu persatu.
Dari keajaiban rancangan alam semesta yang begitu teratur, pengaturan system tubuh manusia yang begitu kompleks. Ini semua merupakan disain dari ke-maha cerdasan Tuhan pencipta langit dan bumi. Allah SWT. Nah, sekarang untuk menjawab kebobrokan postulat materialis atau kaum evolusionis, marilah kita ajkan sebuah pertanyaaan tentang bola mata kita atau lebih tepatnya indera penglihatan kita. Lensa mata kita sudah dicipakan oleh Allah SWT dengan bentuk yang sangat sempurna. Mata kita sesuai dengan kehendak kita dapat mengubah fokus lensanya. Manusa pada zaman dahulu tidak pernah terpikir untuk menciptakan matanya sendiri bahkan memikirkan cara kerja mata kita pun tidak, karena untuk memikirkannya pengetahuan mereka belum sampai kepada tahap ini. Tetapi mata manusia dengan disainnya yang luar biasa sudah ada sejak manusia pertama kali diciptakan.
Kemudian pada zaman modern, teknologi mutakhir melahirkan sebuah alat yang cara kerjanya mirip dengan mata kita. Dengan melewati serangkaian proses pembaharuan berdasarkan riset para ilmuwan, akhirnya alat ini mencapai suatu tahap dimana alat ini dapat menangkap suatu gambar. Peradaban manusia membutuhkan waktu ribuan tahun untuk dapat menciptakan sebuah alat yang disebut kamera. Pernahkah kita berpikir? Mungkinkah mata kita dengan segala bentuk kesempurnaan disainnya, pada zaman dahulu terbentuk dengan sendiri secara kebetulan??
Pertanyaan ini dapat dianalogikan dengan , mungkinkah kamera digital seri terbaru, terbentuk dengan sendirinya secara kebetulan?? Dari lempeng-lempeng logam kemudian bersatu sendiri membentuk badan kamera tersebut, kemudian komponen-komponen lensanya bersatu membentuk dirinya sendiri dari bahan-bahan yang sebelumnya “mentah” sama sekali?? Dan akhirnya membentuk sebuah kamera digital? Tentu hal ini tidak masuk akal. Pertanyaannya adalah, mungkinkah hal ini terjadi?
Kita semua pasti dapat menjawabnya !!!
By Mochamad Rizky Hendiperdana