Dewan jiwa.

Oh dewan jiwa ulah kalian
telah menimbulkan dinamika yang tidak sedikit. Segalanya kutautkan pada sikap
kalian, pada empati kalian dan tentu saja pada etika kalian. Jangan menyerobot,
sesungguhnya menyerobot adalah perbuatan orang tidak sabar.
“Perkataan ini dialamatkan untukmu hei dewan emosi ! Jangan pura-pura tidak melihat padaku!!”
"Hei, lihat kesini. Akibat ulahmu aku banyak menhancurkan hariku hanya karena masalah kecil. Tidak jarang orang menjadi tidak simpati padaku karena kalian dewan emosi yang tidak beretika dalam berebut pengaruh."
“Perkataan ini dialamatkan untukmu hei dewan emosi ! Jangan pura-pura tidak melihat padaku!!”
"Hei, lihat kesini. Akibat ulahmu aku banyak menhancurkan hariku hanya karena masalah kecil. Tidak jarang orang menjadi tidak simpati padaku karena kalian dewan emosi yang tidak beretika dalam berebut pengaruh."
“Tapi kami hanya melakukan
apa yang seharusnya kami lakukan, dan salah kamu sendiri kenapa masih
mengundang kami dalam perkumpulan ini.” Tegas salah seorang dari dewan emosi. “Ini
bentuk naluriah kami” tambah seorang rekan dari dewan emosi.
Seorang petinggi dewan Akal
geram mendengarnya dan sudah tidak sabar untuk berkomentar.
“Sebentar, aku hanya ingin
mengatakan. Anehnya mengapa saat para dewan emosi ini menyampaikan pendapatnya mulut
kami seolah tersumpal benda padat yang keras yang menghalangi kami untuk ikut
bicara?” “Kami hanya ingin kamu tahu, mungkin dewan emosi ini berlaku curang
untuk membungkam dewan akal sehat sehingga kami sering kali kalah oleh dewan
emosi.” Lengkaplah sudah semua hal yang terpendam diucapkan.
“Apa istimewanya mereka,
padahal semua fondasi keberhasilanmu ditopang oleh sebagian besar dewan Akal mungkin
juga peran lain dari dewan perenungan. Tapi kenapa kamu selalu lebih
mendengarkan dewan emosi. Kami menyerah, kami tak sanggup lagi untuk hanya
menjadi boneka bisu dalam bawah sadar ini. kami tak punya pengaruh apa-apa jika
kamu terus mendengarkan dewan emosi”. Tegas sang petinggi dewan akal nampaknya
mulai memperlihatkan rasa menyerah.
Apakah lebih baik
keluarnya dewan Akal bisa digantikan perannya dengan dewan Nafsu. Nampaknya kalian
akan lebih cocok dan saling melengkapi. Ujarku pada para dewan.
Akhirnya salah seorang
dewan Akal yang sedari tadi diam mulai berkata. “Silahkan saja jika kamu ingin
mereduksi makna manusia seperti apa yang telah dilakukan Charles Darwin.”
“Silahkan
saja, karena si Darwin itu mungkin tidak mengetahui bahwa mahluk-makhluk yang
diceritakan dalam teorinya tidak memiliki kami dalam kepalanya”.Oleh : Hendiperdana
Sumber gambar : http://www.thehamiltonian.net/2011/11/perspectives-virtual-panel-on-this.html
No comments:
Post a Comment