Friday, June 21, 2013

Renungan Kecil Tentang Baca dan Nulis

Oleh : Hendiperdana

Saat berkunjung ke kota Makassar, Sulawesi Selatan selama 3 hari kemarin memberikan pengalaman baru bagi saya. Karena ini adalah kunjungan pertama ke kota ini dan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di pulau Sulawesi membuat takjub dengan apa yang saya lihat di kota ini. Pada hari-hari perjalananku di kota ini saya menyempatkan untuk mengunjungi perpustakaan umum kota Makassar yang terletak di jalan Lamaddukelleng no.3. Di sana saya menemukan sebuah poster layanan masyarakat tentang gerakan membaca dan menulis dan saya menemukan sebait kalimat “Menulislah jika kamu tidak ingin hilang dalam pusaran zaman.” Sebuah perumpamaan yang baik menurut saya. Ajakan atau mungkin bentuk perintah untuk menulis dan menghasilkan karya dari pemikiran kita. Menulis dengan tujuan karya yang kita hasilkan tidak mati ditelan zaman karena sebuah karya dari hasil pemikiran dan pembelajaran memiliki usia yang lebih panjang ketimbang yang memiliki karya itu. Usia kehidupan kita mungkin tidak akan melebihi 100 tahun tetapi tulisan yang kita buat yang dapat mempengaruhi orang lain dapat bertahan hidup sampai ribuan tahun. Pusaran zaman seiring dengan bergulirnya waktu seolah tidak peduli terhadap manusia yang hidup di dalamnya ketika umur manusia sudah habis, pusaran zaman hanya mengingatnya hanya sebait nama tak lebih. Apa yang membuat manusia dikenang oleh generasi-generasi berikutnya adalah saat dia bisa menghasilkan karya dari buah pemikirannya yang dapat bermanfaat untuk orang lain.
Francis Bacon seorang filsuf prancis yang terkenal di era renaissance tahun 1605 mengatakan
“maka kita lihat, betapa monument-monumen akal dan pembelajaran jauh lebih bertahan daripada monument-monumen kekuatan atau karya tangan. Karena bukanlah bait-bait Homer bertahan dua ribu lima ratus tahun atau lebih, tanpa kehilangan satu patah kata atau huruf pun. Dalam kurun waktu itu tak terkira banyaknya istana, kuil, benteng, kota yang telah membusuk dan hancur ?” ( The Advancement of Learning )
Bukankah kekuatan dari buah pemikiran dan akal dapat bertahan selama itu lebih kekal dari buah kekuatan tangan. Francis Bacon mengungkapkan hal itu saat kemajuan seni, ilmu pengetahuan dan sastra sedang berkembang pesat di eropa setelah melewati abad kegelapan. Bacon bukan hanya menyatakan kekuatan buah pemikiran dalam peradaban manusia tetapi juga kelanggengannya dalam mengisi khazanah peradaban manusia. Manusia adalah makhluk pembelajar yang merupakan keunikannya yang membedakan dengan makhluk lain. Manusia bisa membuat abstraksi dari realitas-realitas yang mereka amati dengan panca inderanya dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Sehingga manusia lain dapat mempelajari pesan dan manfaat yang terkandung dalam abstraksi tersebut. Manusia melakukan simbolisasi terhadap realitas-realitas sehingga manusia lain dapat ikut mengkaji realitas tersebut tanpa menghadirkan objek kajian tersebut di depan mata. Kekuatan literasi yaitu kekuatan tulisan untuk dapat memindahkan hakikat dan manfaat ilmu yang dimiliki seseorang di kepalanya kepada orang lain. Dengan cara ini pengetahuan dapat berkembang dan dilestarikan. Sesuatu yang terkadang dianggap sepele oleh masyarakat kita dengan mengganggap menulis hanyalah sebuah aktivitas sehari-hari yang sederhana. Padahal menulis menyimpan amat banyak manfaat yang dikandungnya.
Apa yang bisa kita lakukan untuk memindahkan pengetahuan dan ilmu yang kita miliki ke orang lain selain menulis dan berbicara. Hanya dengan dua sarana inilah manusia sepanjang peradaban melakukan pelestarian ilmu dan pengembangan ilmu dari zaman ke zaman. Sayangnya sarana berbicara dalam orasi maupun ceramah tidak dapat bertahan lama karena sifatnya yang bisa didengar hanya saat itu walaupun kini dengan kemajuan teknologi, bentuk-bentuk penyaluran ilmu dalam bentuk suara sudah bisa direkam tetapi itu tidak pernah bisa menggantikan peran tulisan dalam perkembangan keilmuan. Tulisan memiliki sifat yang dapat diakses kapan pun dan bersifat abadi. Melalui tulisan pun pemikiran-pemikiran orang besar masih dapat kita baca dan pelajari di masa sekarang karena pemikiran-pemikiran tersebut diabadikan dalam  bentuk tulisan yang bersifat abstraksi.
Sesuatu yang tidak bisa terlepas dari aktivitas menulis adalah membaca. Seorang penulis atau mereka yang menuliskan gagasan-gagasan besarnya sudah pasti adalah seorang pembaca yang rakus. Membaca adalah saudara kembar menulis. Aktivitasnya sangat beriringan dan seperti dua sisi mata uang yang sifatnya saling melengkapi. Bagaimana tidak, kedua komponen ini saling membutuhkan satu sama lain untuk memperkuat eksistensi dan hakikatnya. Bagaimana mungkin seorang penulis yang tidak banyak membaca. Konten yang ditulisnya hanyalah sebuah opini pribadi yang tidak memiliki dasar dan cenderung pandangan subjektif yang apriori dan. Khazanah pengetahuannya tidak diperlebar dengan membaca sehingga konten yang ditulisnya “kering” makna. Begitu pula jika seseorang yang banyak sekali membaca tanpa melakukan aktivitas menuliskan pengetahuan, pandangan dan ilmu yang dia miliki. Semua makna dan hakikat ilmu itu akan tersimpan dalam kepalanya tanpa perpindahan manfaat dan hakikat ilmu. Ilmu hakikatnya harus banyak disebarkan agar bermanfaat untuk kehidupan orang lain dan bahkan umat. Ilmu disebarkan dengan banyak menuliskan pengetahuan yang kita miliki tersebut. Sehingga orang lain dapat menyerap pelajaran darinya dan menerapkannya untuk kehidupannya dan untuk masyarakat di sekitarnya. Keseimbangan antara aktivitas membaca dan menulis akan mengantarkan pribadi menuju keselarasan peran dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan dunia literasi.
Begitu banyak tokoh besar terlepas dari ideologi yang digagasnya adalah seorang yang amat gila membaca dan seorang penulis yang baik. Sebut saja tokoh besar seperti Mahatma Gandhi, Ibnu Sina, Karl Marx, Voltaire, Moh. Hatta, Hasan Al Bana, BJ Habibie terlepas dari apa yang digagas dari pemikirannya, mereka adalah seorang yang gila membaca. Disebutkan dalam biografi mereka kesukaan mereka dalam menghabiskan waktu kesehariannya untuk membaca dan terus membaca. Lalu bagaimana mereka bisa mempengaruhi banyak orang sehingga menjadi tokoh besar yang dikenang jika mereka tidak memiliki kemampuan menulis yang baik. Mereka semua beserta banyak tokoh yang tidak disebutkan di sini adalah para penulis handal yang karyanya dapat mempengaruhi banyak orang dan membentuk pikiran banyak orang sehingga tak jarang tokoh besar melalui tulisan karyanya ia bisa menggerakan banyak orang melalui sebuah pergerakan yang bisa menggulingkan pemerintahan atau membuat ideologi dasar suatu pemerintahan. Semua itu dicapai hanya dengan menuliskan pemikirannya. Sehingga tidak berlebihan jika ada pepatah yang mengatakan “Mata pena lebih tajam daripada pedang.” Kurang lebih seperti itu pepatah tersebut.
Renungan kecil tentang manfaat besar membaca dan menulis ini mungkin tidak akan membawa manfaat ketika dilakukan dalam kapasitas seorang diri. Tanpa ada sebuah gerakan bersama membentuk kesadaran akan pentingnya dua hal sederhana dalam keseharian kita. Apapun kapasitas dan peran kita dalam masyarakat kedua elemen ini tidak boleh terlepas bahkan terabaikan. Meminjam istilah penulis favorit saya Gol A Gong dalam bukunya “Gempa Literasi”, Seseorang yang bergelut dalam dunia baca tulis dan menularkan semangat ini pada orang lain disebut pejuang literasi. Mungkin istilah itu yang tepat untuk menggambarkan peran ini. kenapa menjadi pejuang literasi menjadi penting dalam setiap ranah kehidupan, apapun kapasitas kita dan keahlian kita, aktivitas membaca dan menulis tidak boleh terabaikan ? Karena budaya literasi adalah sebuah “ruh” penggerak dan yang mengiringi setiap jengkal kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Mari kita telusuri dalam banyak aspek kehidupan. kemajuan yang terjadi di dalamnya tidak bisa lepas dari pengaruh kemajuan literasi. Dalam dunia medis, terobosan dalam metode pengobatan terjadi karena kemajuan ilmu dan teknologi. Kemajuan ini tidak lepas dari peran literasi yang mendokumentasikan tiap jengkal kemajuan keilmuan dalam sebuah jurnal yang dapat dipelajari oleh generasi penerusnya dan dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan keilmuan. Tentu hal seperti ini juga dengan mudah kita temukan contoh dalam bidang keilmuan yang lain.
Menulis berarti menciptakan sesuatu, bisa berupa novel yang bersifat fiksi ataupun karya ilmiah yang non-fiksi. Menulis artinya membuat hidup kita produktif. Karena kita bisa menghasilkan sebuah karya yang dibaca oleh orang lain.
Menjadi produktif dengan menulis kenapa menulis disebut aktivitas yang produktif, padahal dengan menulis kita tidak menghasilkan sebuah produk fisik dalam arti yang sesungguhnya. Tetapi kenapa menulis tetap disebut aktivitas yang produktif?
Jika kita hanya mengartikan "produktif" sebagai sebuah bentuk kegiatan yang menghasilkan benda nyata dan mengaitkannya dengan sayamulasi benda nyata tersebut. Menulis akan membuat kertas tetap menjadi kertas secara konteks fisik tetapi tidak dalam konteks makna. Tetapi jika kita menggeser paradigma benda fisik tersebut dalam kaitannya dengan kata produktif dengan menjadi paradigma manfaat dan nilai guna dalam masyarakat, maka tak heran dan sangat meyakinkan bahwa menulis adalah aktivitas yang produktif. Bahkan sangat produktif. Ditinjau dari segi production cost atau "biaya produksi".
Menulis dengan nalarnya, manusia bisa menghasilkan sebuah penuangan kapasitas intelektual, pengalaman, dan seni pribadi manusia tersebut ke dalam sebuah bentuk karya yang bisa secara universal dibaca, didengar, diapresiasi, dikritisi bahkan dimanfaatkan kontennya dalam rangka perkembangan peradaban manusia dalam konteks luas. Dengan tulisannya manusia memproduksi kekayaan intelektual. Sebuah sumbangsih yang bisa dilsayakan oleh tiap manusia bahkan jika mereka tidak memiliki apapun.
Dengan tulisan, manusia mampu memobilisasi minat, inspirasi, gagasan dan harapan orang lain sesuai dengan konten yang ditulisnya. Maksudnya dengan tulisan, manusia bisa mempengaruhi orang untuk berpikir, bersikap dan bertindak tanpa harus bertemu dan bertatap muka. Bukankah itu adalah hal yang menakjubkan?  Dan bukankah jika ide dan pemikiran tersebut menggerakkan ribuan bahkan jutaan orang untuk bersikap dan bertindak menuju ke hal yang positif dan membawa manfaat adalah merupakan hsl ysng produktif.
Jika boleh berandai-andai, seorang motivator pengembangan diri yang menulis tentang etos kerja yang baik dan motivasi dalam melsayakan pekerjaan terbaik yang diberikan oleh karyawan akan mempengaruhi banyak orang untuk memiliki semangat kerja dan berkarya secara masif dan luas yang tentunya resultan dari fenomena ini adalah perkembangan produktifitas dalam berbagai dimensi kehidupan salah satunya yang paling jelas adalah perkembangan ekonomi.
Dari fenomena kecil tersebut, terlihat salah satu contoh betapa produktifnya aktivitas menulis. Produktifitas tersebut akan lebih signifikan ketika banyak orang yang menulis dan berkontribusi dalam bidangnya masing-masing untuk perkembangan peradaban. Saya menggunakan istilah peradaban untuk mewakili kompleksitas dimensi aspek kehidupan manusia yang dapat dengan signifikan dipengaruhi oleh keberdaan tulisan-tulisan.oleh karena itu saya menggantinya dengan kata "peradaban". Terlihat ciri berpikir induktif sekilas.
Ternyata itu bukan hanya terjadi pada bidang ekonomi seperti yang sudah dibahas. Hal ini juga berlsaya di bidang kehidupan yang lain. Dengan kata lain penbaruhnya signifikan untuk peradaban. Mungkin hal ini terlalu abstrak dan umum. Tetapi saya disini tidak bermaksud untuk membahas hal yang detil dan teknis tetapi cukup di tataran kontekstual saja. Maafkan kekurangan pemahaman saya ini.
Sebagai penutup dan ingin juga disampaikan di sini  adalah fakta bahwa menulis juga mencerdaskan. Karen Amstrong dalam bukunya yang berjudul Compassion menyatakan menulis juga mencerdaskan. Kenyataannya memang begitu, setidaknya ada dua kecerdasan yang terlatjh dengan aktivitas menulis menurut Karen Amstrong yaitu kecerdasan intapersonal danl linguistik. Ya, kombinasi kecerdasan fundamental manusia yang bersifat ekspresif dan kontemplatif.