Friday, December 07, 2012

Tentu, Aku Masih Berdiri Di Sini, Belum Jatuh


Di sini, aku berdiri masih bertahan.
Mungkin aku tak pernah mengira aku bisa secengeng ini, aku bisa sepayah dan selemah ini. Zona aman amat membuaimu dalam sebuah aliran kenyamanan yang membuatmu tidak siap untuk menerima perubahan-perubahan mendadak yang terjadi dalam sendi-sendi kehidupanmu. Apapun itu.
Zona nyaman melalaikan kita untuk terus waspada menyambut kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga. Namun semua manusia amat mengidamkan selama mungkin berada pada zona nyaman. Memang itulah fitrah manusia. Hati kecilnya akan selalu cenderung mengingikan sesuatu yang mudah dan tak perlu susah melawan banyak resistensi.
Kini kita keadaan berubah dengan drastis, dalam balutan ketidakpastian. Kita dituntuk untuk beradaptasi dalam kapasistas kemampuan adaptasi kita yang berbeda-beda. Meloncat keluar dari zona nyaman yang lalu.
Kita semua pasti pernah mengalami perubahan mendadak yang terjadi dalam aspek kehidupan kita. Bisa ke arah yang kita senangi atau jeleknya berubah drastic kea rah yang kita benci. Saat itu terjadi, tak jarang manusia yang memiliki perasaan akan mengalami pergesekan dalam batin dan jiwanya, layaknya tubuh kita yang mengalami pergesekan dalam trauma fisik. Batin kita juga mengalami pergesekan-pergeseskan dan trauma-trauma baik kecil maupun besar. Semuanya akan mengubah suasana jiwa. Membiarkan jiwa menemukan adaptasinya sendiri sangatlah lumrah dan wajar, walaupun membutuhkan banyak waktu tergantung dari setiap pribadi.
Namun, dukungan orang sekitar dan tentunya dukungan kuat dari dalam jiwa kita untuk terus bisa bertahan dalam mengahadapi resistensi baru ini yang akan menentukan apakah kita akan menjadi pemenang atau tidak nantinya.
Zona baru , keadaan baru hanyalah episode berulang yang akan terjadi dalam keseluruhan episode panjang kehidupan kita. Dan akan begitu seterusnya , berulang dan berulang. Menuntut kita untuk terus bisa maju menjadi lebih dewasa dan membentuk mental kita. Tak apalah, mungkin keadaan ini yang menandakan kedewasaan kita sudah naik kelas. Dari kelas sebelumnya.
Kuncinya hanya satu, teruslah bergerak ke depan. Jangan menyerah. Walau harus menyeret langkah, seretlah. Asal kamu tidak memutuskan untuk menjatuhkan semua badanmu dalam keadaan tidak berdaya. Walau hati berteriak, meronta dan menangis. Mohonlah penerangan jalan dan kekuatan pada yang Maha Memberikan Jalan dan Maha Pemberi Kekuatan untuk hamba-Nya. Termasuk aku. Termasuk kita.

Sunday, October 21, 2012

Otak Kerbau

" Memang penalaran otak manusia luar biasa, " simpul cendekiawan Bos Bubalus membacakan makalahnya di ( di klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Jalan Taman Kencana Bogor, "meskipun penelitian kami menunjukkan bahwa secara kimia dan fisika, otak kerbau mirip otak manusia....


Jadi otak Taufik Ismail yang pernah menghuni Taman Kencana, enak juga digoreng kalau begitu. 



 Sumber : Pengantar Filsafat Ilmu . Jujun S Suriasumantri

Wednesday, August 22, 2012

Renungan “Diri” Manusia

 

pemikir

Gambar 1

Kekuatan pikiran manusia sudah dibicarakan oleh banyak ahli filosofi dunia semenjak keberadaan manusia itu sendiri. Para filsuf berspekulasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, apakah manusia ketika ia dilahirkan memiliki suatu ‘akal bawaan’ yang dengannya memungkinkan manusia untuk mengenali hal-hal yang masuk akal dan tidak kemudian dengan akal bawaan tersebut manusia dapat menilai mana yang baik dan buruk. Apakah moral masyarakat dibangun oleh logika-logika masyarakat tertentu pada suatu tempat ataukah sebuah bahasa universal yang mengilhami tiap-tiap jiwa manusia dengannya.

Sejarah mencatat kiprah para pemikir yang berkutat pada tema-tema ini. Mereka dengan banyak pertentangan yang terlahir melahirkan sebuah ‘arena’ pertandingan pemikiran dengan berbagai macam ‘amunisi’ yang mereka miliki. ‘Arena’ itu dibuka sejak manusia memiliki kesadaran untuk memikirkan asal-usul mereka hingga waktu ketika tulisan ini dibuat. Manusia selalu haus akan pengetahuan mendalam atas pertanyaan siapa dirinya dan kenapa mereka hidup. Para ‘petarung’ dalam ‘arena’ pemikiran ini memiliki kekuatan-kekuatan berbeda yang mencirikan diri mereka. Dengan kekuatannya masing-masing mereka ingin memenangkan ‘arena’ pertempuran pemikiran tersebut. Kekuatan itu mencirikan latar belakang pendidikan, budaya, profesi mereka. Dengan caranya sendiri mereka ingin menyibak rahasia besar yang bergumul di atas kepala kita yang menjelma menjadi gugusan bintang di malam hari, sinar matahari di pagi hari yang menembus sela ranting yang sinarnya membangunkan kita di pagi hari.

Adakah suatu kebenaran yang ‘kekal’ ? Itu pertanyaan utamanya. Manusia selalu berpikir untuk dapat menjawab pertanyaan ini. Kebenaran ‘kekal’ adalah substansi kebenaran mutlak yang tak lekang ditelan zaman, dia berlaku pada tiap situasi zaman, pada setiap tempat di seluruh dunia, dan tentunya tak peduli dengan cara berpikir orang di zaman itu.

Kebenaran ‘kekal’ memiliki banyak nama, salah satunya adalah hati nurani. Mungkinkah ada hati nurani manusia? Apa itu hati nurani manusia ? Mungkinkah hati nurani manusia terpengaruh oleh situasi zaman ? Pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi topic pembicaraan dalam ‘arena’ pemikiran manusia dan akan terus berlangsung selama substansi manusia menyentuh alam bumi.

Lalu bagaimana dengan aturan moral dalam agama ? Bukankah agama mengajarkan suatu kebaikan yang dapat diterima oleh semua orang ? Apakah ajaran agama tertentu masih dapat diakui oleh kebenaran universal manusia sampai pada saat zaman sudah berjalan ribuan tahun dan cara berpikir manusia sudah berbeda. Adakah secercah bukti yang menegaskan ‘kekekalan’ substansi moral yang dikandung oleh ajaran agama. Kini manusia sudah mulai ‘kurang ajar’ terhadap asal-usulnya sendiri. Bukankah manusia setuju bahwa dalam alam semesta ini banyak aspek-aspek yang tidak tersentuh oleh batas pengetahuan manusia, yang tidak tercapai oleh pemikiran manusia. Tetapi manusia terus mencoba untuk mendobrak batas tersebut.

Dalam diri manusia yang bergerak ini terdapat substansi yang tidak patuh kepada hukum fisik. Dia tidak patuh terhadap gaya gravitasi, terhadap hukum gaya benda-benda. Substansi ini menempati hal yang paling penting dalam perkembangan peradaban manusia.

Substansi manusia yang tidak menempati ruang dan waktu, tetapi memiliki kemampuan untuk mengubah ruang dan waktu. substansi yang tidak terlihat tapi dapat menyilaukan mata dengan kekuatannya. Substansi yang tidak dapat didengar tetapi dapat menghidupkan rasa dengan karyanya.

Dia tidak butuh ruang untuk keberadaannya, bahkan cenderung banyak pemikir yang berusaha meniadakan maknanya, meniadakannya dengan berbagai cara. Manusia bukan sebuah mesin yang memiliki komponen-komponen fisik yang patuh terhadap hukum sebab-akibat. Manusia tidak berdiri dalam suatu kestabilan fisik, karena apa yang menjadi fisik kita sesungguhnya hanyalah komponen-komponen mikro yang mengalami perubahan tiap waktunya.

 

human mindGambar 2

Renungan terdalam ini mengacu pada kenyataan bahwa manusia terdiri dari sekumpulan sel-sel yang berjumlah triliunan yang ‘entah’ bagaimana bergabung, membentuk sistem yang amat kompleks yang menjalani fungsi-fungsi fisologis manusia agar bisa bertahan hidup di dunia fisik.

Manusia memiliki sistem pencernaan yang diatur sedemikian rupa hingga sistem itu dapat mengolah makanan yang masuk hingga mengeluarkannya dalam bentuk zat sisa. Ini dalah sesuatu yang dibutuhkan agar bisa bertahan hidup di dunia fisik, mengingat jika makanan yang masuk ke tubuh kita tidak bisa dikeluarkan akan terjadi penumpukan materi di dalam usus dan menyebabkan perut membengkak. Ini pasti menyakitkan dan mungkin menyebabkan kita tidak dapat bertahan hidup. Apakah hal itu merupakan suatu hal yang bisa ditolerir dalam fungsi tubuh ? Mungkin jawabnya tidak. Suatu hal yang patuh kepada hukum fisik.

Tidak hanya itu masih banyak sistem-sistem yang dimiliki tubuh manusia. Dan itu merupakan hal yang mengacu pada hukum fisik. Dan tentunya tidak ada keraguan bagi kita untuk mengakui keberadaannya karena memang hal itu dapat terdeteksi oleh indra kita.

Lalu bagaimana sistem-sistem itu tersusun, tentunya ada hal yang lebih kecil lagi yang menjadi penyusun sistem-sistem tersebut. Ilmu pengetahuan modern telah begitu jauh mereduksi makna manusia. Mulai dari organ yang memiliki penyusunan berupa jaringan yang tersusun lagi oleh sel-sel. Disinilah ilmu pengetahuan modern begitu ‘sadis’ dalam mereduksi makna manusia. Sel dinyatakan memiliki komponen yang lebih kecil lagi yaitu organel yang tersusun dari makromolekul yang sering kita kenal seperti protein dan polisakarida. Tidak berhenti sampai disitu ‘mereka’ membagi lagi makna manusia menjadi gugusan asam amino yang menjadi penyusun dasar protein. Mungkin kini kita berpikir bahwa substansi asam amino yang menjadi inti dasar kehidupan.

 

molecularaGambar 3

Stanley Miller seorang darwinis sejati yang percaya pada teori materialisme yang menganggap alam realitas kita hanya memiliki alam fisik yang dapat dilihat secara objektif. Mereka meragukan bahkan meniadakan makna supranatural atau yang berbau mitos atau lebih kejamnya lagi makna penciptaan oleh Tuhan. Ilmuwan ini melakukan sebuah penelitian yang berlandaskan pada teori materialism dan gagasan lain yaitu awal kehidupan di alam semesta ini hanya sebuah kebetulan yang terjadi dari interaksi fenomena alam awal semesta. Fenomena-fenomena alam acak ini dalam interaksi maha kompleksnya menghasilkan suatu zat dasar yaitu asam amino. Yang setelah itu berkelanjutan menjadi sistem yang lebih kompleks hingga organism yang lebih rumit.

Stanley Miller di laboratoriumnya melakukan eksperimen yang menjadi miniatur buatan situasi alam semesta pada awal terciptanya. Sebelumnya gagasan asam amino yang terbentuk secara acak dari fenomena alam akan dibahas sedikit. Singkat dan mudahnya para penganut materialism ‘percaya’ bahwa alam semesta pada awal terbentuknya memiliki atmosfer yang dipenuhi gas metana ( CH3) tanpa oksigen. Selain itu milyaran tahun yang lalu iklim bumi belum stabil dan dipenuhi oleh kilatan halilintar yang memenuhi langit bumi. Singkatnya percikan halilintar yang menyentuh molekul gas metana itu akan menghasilkan molekul asam amino. Dalam miniatur Miller, dia membuat sebuah sirkuit tabung yang menghasilkan gas metana yang dialirkan ke sebuah arus listrik yang menghasilkan percikan api ( yang diibaratkan percikan halilintar) dan hasil sisa reaksi itu akan ditampung dalam sebuah bejana tabung. Apa yang ditemukan Miller ? Betul saja sebuah molekul asam amino yang memang merupakan penyusun utama kehidupan organisme.

 

stanley millerexperiment

Apakah dengan hal ini Miller membuktikan semua kepercayaan yang dianut orang-orang materialis ? Bahwa penyusun utama kehidupan organisme di alam semesta dapat terbentuk dari fenomena alam acak ? Sebelum menjawab pertanyaan rumit ini renungkan dulu sejenak implikasi dari kebenaran teori ini. Begini, apakah kita menghargai diri kita sendiri, apakah kita menganggap diri kita memiliki tempat khusus dalam penciptaan ? atau pada sebuah pertanyaan yang lebih umum, apakah manusia memiliki suatu maksud khusus untuk hidup di dunia ini dank arena itu ‘diciptakan’ manusia ? Kalau kita menjawab ‘Ya’ dari keseluruhan pertanyaan tersebut, sudikah kita menerima kenyataan bahwa jiwa kita yang berharga ini terbentuk dari fenomena-fenomena acak dari substansi fisika dan reaksi kimia ?

Jika disimpulkan intinya adalah kehidupan manusia dan alam semesta raya yang amat kompleks ini ‘terjadi’ karena sebuah aspek ‘kebetulan’ dari fenomena alam milyaran tahun yang lalu, hingga akhirnya membentuk kehidupan yang melahirkan kakek nenek kita hingga terbentuk mata indah kita yang sedang membaca tulisan ini. Apakah kita harus ragu ? bukankah agama mengajarkan pada kita bahwa alam semesta ini bermula dari sebuah titik ketiadaan dan Tuhan yang Maha Kuasa menciptakan seluruh alam semesta ini dari ketiadaan.

alam

Gambar 5

To be continued…..

Oleh : Hendiperdana

Rujukan gambar : www.google.co.id

Opini Melaju, Asal Jangan Keluar Koridor

 

blogLebaran kali ini perjalanan kedewasaan seperti adanya tiap tahun, selalu berjalan progresif. Di tiap perjalanan waktu kedewasaan sewajarnya berkembang ke arah yang lebih baik dan terarah. Perkembangan ini selalu disertai dengan bertambahnya daya kritisi kita terhadap hal-hal yang kita amati di sekitar hidup kita.

Kenyataan, perilaku, realitas yang kita terima saja saat usia kita masih kecil tentu akan menjadi hal yang berbeda baik dari sudut pandang dan sikap terhadap hal-hal itu ketika kedewasaan itu perlahan tumbuh.

Kedewasaan yang tumbuh itu amat dipengaruhi oleh berbagai latar belakang setiap individu dan setiap individu itu unik. Pendek kata, kedewasaan terbentuk oleh persepsi kita terhadap dunia luar yang tertumpuk sekian lama sehingga menjadi realitas baru yaitu suatu kesadaran yang menetap yang kita sebut prinsip.

Hal yang menjadi ironi di balik tumbuhnya kedewasaan dalam pikiran tiap manusia adalah kecenderungan untuk berbeda pendapat dengan para orang tua. Hal ini mungkin sering dirasakan oleh banyak orang dan tentu menjadi hal yang memberatkan hati dimana prinsip-prinsip yang harus kita pertahankan itu berlawanan dengan prinsip yang dimiliki oleh orang tua.

Saling memberi opini bahkan jatuh pada keadaan debat tak jarang terjadi. Bila ini sudah terjadi norma-norma yang harus dipegang adalah norma etika dan adab dalam hal perbedaan pendapat dengan orang tua. Bagaimana menjaga perasaan mereka, bagaimana menjaga agar kita tetap dalam koridor tata krama dan kesopanan berhadapan dengan orang tua, tentunya agar tidak jatuh pada sikap durhaka. Di satu sisi yang lain prinsip kuat yang sudah mengakar dalam diri kita yang berasal dari persepsi dan pengalaman masa lalu kian kuat. Dan sudah menjadi hasrat diri untuk dapat mempertahankan apa yang kita yakini akan kebenarannya, walau harus beradu opini.

Banyak hal yang terjadi di luar kita yang menuntut kita untuk ambil opini terhadap hal-hal tersebut. Kedewasaan berpikir menuntut kita untuk mengambil sudut pandang dan sikap terhadap suatu hal tertentu. Boleh jadi hal-hal itu adalah sebuah tradisi yang sudah lama dilakukan oleh keluarga dan para orang tua. Sebuah tradisi yang mengakar kuat. Lalu bagaimana jika hal itu tidak sesuai dengan apa yang kita pahami dan yakini. Bersiaplah untuk sebuah ajang opini, asal tetap dalam koridor etika dan adab berbicara pada orang tua.

oleh : Hendiperda

Thursday, March 01, 2012

Lamunan

Dalam pekatnya malam yang terdalam tersimpan memoar yang tersimpan dalam sunyinya waktu. dia mengalir begitu dalam di tiap-tiap jiwa yang menikmatinya, membasuh kepenatan, kesedihan, kebosanan bahkan ada yang memunculkan pedih itu kembali, walau mereka tak diundang, mereka menerobos batas-batas waktu seolah terpanggil dari berbagai fase waktu yang lalu, yang menyisakan kesedihan dan kegagalan hingga memori-memori itu hadir bersamanya.

Dalam pekatnya malam ini, tiap jiwa tenggelam dalam lamunannya. Lamunan yang membawa mereka jauh berada di luar jangau ruang dan waktu. Lamunan-lamunan itu tersebar, indah bagaikan hiasan mutiara yang tersebar dalam tiap kerang yang ada di lautan.

Kini mungkin , saat jiwa dan kesadaran kita dipanggil kembali, dipaksa oleh tuntutan universalitas untuk menunduk pada ruang dan waktu kita berhadapan pada dunia dengan segala kemungkinan yang terbentang luas. Bagai alam semesta tak berujung, kemungkinan itu menyeruak dalam tiap mimpi kita , dalam berbagai bentuk. Mengadopsi pengalaman-pengalaman terdahulu, menghasilkan spektrum keindahan yang berbeda pada tiap insan.

Mengenang akan memberikan pilihan bagi jiwa kita, menikmati sepenuhnya kenangan itu dan enggan kembali mengikuti alur ruang dan waktu yang sah. Atau sekedar menarik pelajaran berharga dari pengenangan memori itu, pengenangan memori yang membuat tiap pemiliki jiwa tenggelam dalam kesendiriannya. Melihat proyeksi keberhasilan dan kegagalan masa lalu, melihat kesenangan dan kesedihan masa lalu. Tanpa alasan kecuali menarik pelajaran tak ternilai dari Maha Guru kehidupan ini.

Jalan di depan bak padang pasir yang tandus, buntu tak terlihat ujung dan arah bahkan bagi mata yang paling jeli pun. Kadang jalan ini menampilkan fatamorgana kehidupan yang khas, menawarkan beberapa keindahan dunia yang mungkin semu mungkin nyata. Hanya mata dan jiwa yang terlatih dalam kesabaran dan kekuatan mata hati yang dapat melihat, sebuah oase asli diantara banyak oase-oase yang hanya fatamorgana yang diciptakan mata yang fana ini.