Thursday, August 22, 2013

Malangnya Rasio

We will never know how the world is, until we touch it with our whole. Not only our ratio

Dunia dengan segala ke “ada” annya. Yang mengharuskan ribuan konsepsi tentangnya.
Kita tak akan pernah tahu mana yang menyerupai atau setidaknya hanya mewakili.
Karena manusia memang dikaruniai dengan keterbatasan itu sendiri.
Dengan keterbatasan itulah manusia mencapai kesempurnaan essensinya.

Tidaklah hina hanya untuk sekedar menengok pada kemungkinan yang lain.
Walau kepala kita kadang tertunduk malu jika sejenak harus mengedepankan intuisi.
Kita telah lama dibutakan oleh hal yang banyak disepakati.
Rasio bukanlah satu-satunya pintu menuju kebenaran.

Benarkah begitu ? Tanyakan saja pada yang bertanggung jawab atas semua ini.
Rasio yang kehadirannya telah disalahartikan, kehadirannya hanya untuk memperkaya khazanah cara berpikir. Hanya untuk mengisi fungsi tertentu dalam pemecahan masalah.
Rasio dengan segala kegagahannya yang gemilang. Menggelapkan banyak mata, hingga akhirnya dia ditarik dari tempatnya seharusnya berada munuju sebuah arena “Maha Benar” dalam segala aspek ke “ada”an.
Rasio pun kini menjadi makin sombong dengan arogansinya yang mengalir dalam tiap maknanya. Rasio bagai jawaban segala fenomena, dia dinisbatkan dalam singgasana tertinggi verifikasi. Hanya melalui singasana tertinggi inilah sebuah kebenaran dapat diakui.
Sungguh malang nasibmu wahai “kenyataan”. Keelokanmu yang menawan dan tanpa batas hanya masuk dalam klasifikasi berkotak-kotak ala rasio. Keindahanmu tak terjelaskan dengan sempurna karena ada yang dilarang dalam ranah rasio. Karena sekarang, dia (rasio) yang berkuasa. Oh, sungguh andai “dunia” bukan hanya saja meng “adopsi” rasio dalam perjalanan waktunya, tapi juga meng “adopsi” intuisi, refleksi, perenungan, dan pemaknaan dalam buaiannya. Mungkin dunia yang kita lihat ini tidak seperti sekarang.

Oleh : Hendiperdana