Saturday, May 25, 2013

Suatu Hari di Kedalaman Bawah Sadarmu

Dewan jiwa.
Apa kabar dewan jiwa. Apakah rapat perkumpulan para dewan jiwa masih menjadi agenda rutin dalam bawah sadar ini. Apakah kalian semua masih terus saling berusaha saling mempengaruhi satu sama lain. Saling berebut pengaruh untuk menentukan jalan kehidupan jiwa ini.
Oh dewan jiwa ulah kalian telah menimbulkan dinamika yang tidak sedikit. Segalanya kutautkan pada sikap kalian, pada empati kalian dan tentu saja pada etika kalian. Jangan menyerobot, sesungguhnya menyerobot adalah perbuatan orang tidak sabar. 
“Perkataan ini dialamatkan untukmu hei dewan emosi ! Jangan pura-pura tidak melihat padaku!!”
"Hei, lihat kesini. Akibat ulahmu aku banyak menhancurkan hariku hanya karena masalah kecil. Tidak jarang orang menjadi tidak simpati padaku karena kalian dewan emosi yang tidak beretika dalam berebut pengaruh."
“Tapi kami hanya melakukan apa yang seharusnya kami lakukan, dan salah kamu sendiri kenapa masih mengundang kami dalam perkumpulan ini.” Tegas salah seorang dari dewan emosi. “Ini bentuk naluriah kami” tambah seorang rekan dari dewan emosi.
Seorang petinggi dewan Akal geram mendengarnya dan sudah tidak sabar untuk berkomentar.
“Sebentar, aku hanya ingin mengatakan. Anehnya mengapa saat para dewan emosi ini menyampaikan pendapatnya mulut kami seolah tersumpal benda padat yang keras yang menghalangi kami untuk ikut bicara?” “Kami hanya ingin kamu tahu, mungkin dewan emosi ini berlaku curang untuk membungkam dewan akal sehat sehingga kami sering kali kalah oleh dewan emosi.” Lengkaplah sudah semua hal yang terpendam diucapkan.
“Apa istimewanya mereka, padahal semua fondasi keberhasilanmu ditopang oleh sebagian besar dewan Akal mungkin juga peran lain dari dewan perenungan. Tapi kenapa kamu selalu lebih mendengarkan dewan emosi. Kami menyerah, kami tak sanggup lagi untuk hanya menjadi boneka bisu dalam bawah sadar ini. kami tak punya pengaruh apa-apa jika kamu terus mendengarkan dewan emosi”. Tegas sang petinggi dewan akal nampaknya mulai memperlihatkan rasa menyerah.
Apakah lebih baik keluarnya dewan Akal bisa digantikan perannya dengan dewan Nafsu. Nampaknya kalian akan lebih cocok dan saling melengkapi. Ujarku pada para dewan.
Akhirnya salah seorang dewan Akal yang sedari tadi diam mulai berkata. “Silahkan saja jika kamu ingin mereduksi makna manusia seperti apa yang telah dilakukan Charles Darwin.”
“Silahkan saja, karena si Darwin itu mungkin tidak mengetahui bahwa mahluk-makhluk yang diceritakan dalam teorinya tidak memiliki kami dalam kepalanya”.


Oleh                     : Hendiperdana
Sumber gambar : http://www.thehamiltonian.net/2011/11/perspectives-virtual-panel-on-this.html

No comments: